Siklus Hidup Manusia (Once Through Process)
Hidup manusia di dunia, bisa dikatakan sebagai satu siklus yang irreversible, tidak dapat kembali ke kondisi awal. Orang yang sudah dewasa tak bisa kembali ke wujud anak-anak. Orang yang ingin kembali ke masa lalu pun rasanya tidak mungkin. Walaupun teori fisika memungkinkan perjalanan ke masa lalu, namun untuk mengimplementasikan teori tersebut tentu butuh persyaratan yang hampir mustahil untuk dilakukan.
Hidup itu ilusi. Ilusi dalam arti yaitu, yang kita rasa sebagai realita, tidak lain hanyalah ilusi belaka. Kita melakukan aktivitas sehari-hari, makan, berinteraksi, bekerja, yah itu hanyalah sensasi belaka. Jika dijabarkan lebih rinci tentang mekanisme sensasi dalam diri manusia, apa yang kita lihat, rasakan, dengar, semata-mata hanyalah hasil inputan dari panca indra yang kita miliki. Dengan mata, kita bisa melihat kenyataan. Padahal sebenarnya kalau ditelaah lagi, kita menerima kilapan pantulan foton, kemudian terdeteksi oleh mata, dan diproses oleh otak kita, dan menghasilkan 'sensasi' penglihatan berupa refleksi dari benda-benda yang tersinari oleh cahaya.
Misalkan begini yah, seandainya kita ditambahkan satu indra lagi, katakanlah indra tersebut mampu mengolah input berupa pancaran gelombang tidak terdefinisikan. Kira-kira, sensasi apa yang kita akan rasakan?
Atau begini, misalkan di dalam hidup kita, di dalam sistem kehidupan ini, makhluk hidup tidak mengenal adanya indra pendengaran. Apakah kita masih bisa hidup normal? Apakah kita merasa ada yang kurang dalam hidup, ataukah malah tidak merasakan kekurangan apapun? Mungkin lebih logis, makhluk hidup tersebut tidak merasa kesulitan dalam hidup, karena yaa memang mereka tidak mengenal sistem frekuensi suara dll, karena memang mereka tidak mempunyai indra tersebut. Bisa jadi frekuensi suara tersebut setiap hari lalu lalang di hadapan mereka, namun mereka tidak menyadarinya, dan sama sekali tidak mempermasalahkannya. Toh memang mereka tidak membutuhkannya.
Got it?
Bisa disimpulkan secara singkat, realita kita.. yaa apapun yang masuk ke segala indra yang kita punya. Realita, yang kita sangka absolut, ternyata amat sangat relatif. Seperti kata mbah einstein yang intinya Berbeda Pengamat, Berbeda Realita yang dialaminya.
Oia, balik lagi nih ke topik judul kita, Siklus Hidup Manusia.
Dimulai dari pertama kali mencicipi segarnya oksigen di dunia, perlahan memperhatikan lingkungan sekitar, lalu menirukan apa yang dilihat dan didengarnya. Beranjak anak-anak, mulai memperhatikan sistem kehidupan, menjalani hidup dengan riang, gembira, tanpa beban. Mulai belajar apa yang boleh dan tidak boleh, sesuai dengan asumsi sendiri dan didikan dari lingkungan. Menginjak remaja, mulai mempertanyakan hidup, mempermasalahkan apapun yang dirasa tidak ideal, emosi liar, tidak cermat dalam mengambil keputusan. Mulai dewasa, perlahan memahami arti hidup, makna dari suatu kejadian, mulai introspeksi, walau kadang khilaf dengan mengulangi kesalahan yang sama. Hingga pada akhirnya menjelang akhir hayat, mulai merenungi masa hidupnya dari masa muda hingga masa tuanya. Di titik ini mulai lah rasa penyesalan dan rasa kebanggaan bercampur aduk melihat rekaman pengalaman hidup di memori. Hingga pada akhirnya meninggalkan dunia selama-lamanya. Keluarga dan rekan sejawat tersedu melepaskan kepergian orang yang dikenalnya. Sehari, dua hari, satu minggu, perlahan semuanya kembali ke kehidupan masing-masing. Rekan yang dahulu menangisinya, kini mulai asik dengan candaan khas senja diiringi kopi hitam panas. Istrinya, yang merasa kesepian ditinggal mati, dan kebetulan telah habis masa iddahnya, mulai menjajaki hubungan baru dengan lelaki lain. Harta yang telah diraihnya selama masa hidupnya, telah habis terbagi sebagai harta warisan sesuai panduan yang tercantum di Al-Quran. Habislah sudah cerita manusia.
Jadi, jika siklus hidup manusia memang begitu adanya, tujuan akhir hidup kita sebagai manusia sebenarnya apa?
0 comments:
Post a Comment